Statistik Pengunjung

Selasa, 05 Januari 2016

Sunyi

1 komentar

Dalam gelap, ku tuntun rasa ini
Menuntun dengan sejenak rasa khawatir
Sejenak dengan batasan yang Kupungkir
Batasan dengan lindungan jiwa tak terlihat
Jiwa yang tak henti mengucap doa
Doa dengan merendah kutundukan kepala
Kepala yang kubiasakan untuk memandang dengan tegap

Bolehku, rasaku terasa mati dalam hening
Hening tanpa jejak, tanpa rindu, tanpa bayangan
Jejak dengan tapak diatas ranah
Ranah yang memungkinkan terjadinya sebuah cakap

Berat meninggalkanmu
Meninggalkan jejak, rindu, dan bayangan
Padahal
Ku yakin itu tak ada~

Senin, 04 Januari 2016

Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta

1 komentar
Berkenalan dengan Rumah adat, pakaian adat, tari-tarian, senjata tradisional, suku, bahasa dan lagu tradisionalnya.

1. Rumah Adat

Rumah adat Daerah Istimewa Yogyakarta dinamakan Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta merupakan sebuah bangunan Pendopo. Halamannya sangat luas, ditumbuhi tanaman dan dilengkapi beberapa sangkar burung. Di depan Bangsal Kencono terdapat dua patung dari Gupolo, sang raksasa yang memegang gada (sejenis alat pemukul).
Bangsal Kencono
2. Pakaian Adat

Pria Yogyakarta memakai pakaian adat berupa tutup kepala (destar), baju jas dengan leher tertutup (jas tutup) dan keris yang terselip di pinggang bagian belakang. Ia juga mengenakan kain batik yang bercorak sama dengan sang wanita.
Sedangkan wanitanya memakai kebaya dan kain batik. Perhiasannya berupa anting-anting, kalung, dan cincin.

3. Tari-tarian Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Tari Serimpi Sangupati, sebuah tarian keraton pada masa lalu disertai suara gamelan dengan gerak tari yang lembut dan menawan hati.
b. Tari Bedaya, merupakan tarian keraton yang ditarikan oleh 9 putri dengan irama yang lemah gemulai dan lembut.
c. Tari Beksan Nirbaya, diilhami bentuk kesenian "Edan-edanan" salah satu bagian dari upacara keraton Yogya yang berfungsi sebagai "penolak bala". Bentuk ini diangkat menjadi seni pertunjukan, yang mendapat stilirasi , tanpa meninggalkan esensi dan karakter geraknya yang unik.
d. Tari Merak, suatu tari yang mengisahkan keindahan dan kebebasan alam bebas yang dialami burung merak.
e. Tari Beksan Lawung Ageng, suatu tari yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, sebagai sarana untuk memupuk semangat para jiwa prajurit.
Tari Serimpi Sangupati
4. Senjata Tradisional

Di Yogyakarta pun kerus merupakan senjata tradisional yang paling terkenal. Keris-keris itu diberi pula gelar-gelar kehormatan seperti "Kanjeng Kyai Kpek" dan sebagainya.
Selain keris terdapat pula tombak sebagai benda pusaka. Benda-benda itu sangat dihormati dan diberi gelar kehormatan. Antara lain "Kajeng Kyai Ageng Plered", Kanjeng Kyai Ageng Baru", "Kanjeng Kyai Gadapan" dan "Kanjeng Ageng Megatruh".
"Kyai Plered" mempunyai sejarah tersendiri, karena Untung Suropati berhasil menewaskan opsir Belanda Kapten Tack dengan menggunakan "Kyai Plered" Oleh karena itu, tombak ini dianggap keramat.
Ada pula tombak dan keris yang disebut Tosan Aji. Tosan artinya besi dan Aji artinya dihormati karena bertuah. Benda-benda ini biasanya dirawat baik-baik dan disimpan pada tempat-tempat khusus. Pada saat-saat tertentu benda-benda itu dibersihkan dan dimandikan.
Keris Yogyakarta
5. Suku: Jawa

6. Bahasa Daerah: Jawa

7. Lagu Daerah: Pitik Tukung



Selengkapnya:
http://www.kebudayaanindonesia.com/2013/06/daerah-istimewa-yogyakarta.html

Fenomena Alam Api Biru "Blue Fire" Kawah Ijen

1 komentar
Api seperti yang diketahui warnanya pasti merah, lantas bagaimana jika Anda ingin melihat sebuah api yang warnanya berbeda, tidak merah melainkan berwarna biru dan keluar dari sebuah kawah gunung. Dapatkah dibayangkan Anda berdiri dan menyaksikan fenomena itu dengan kepala Anda sendiri, momen keajaiban alam yang tiada taranya. Teramat spesial untuk dilewatkan karena di dunia hanya ada dua fenomena yang terjadi seperti ini dan salah satunya ada di Indonesia.

Adalah kawah biru atau blue fire, fenomena alam yang unik dan hanya dapat dilihat di Kawah Ijen - Banyuwangi saja. Saking indahnya fenomena ini bahkan mengalahkan popularitas matahari terbit di Banyuwangi yang disebut sebagai matahari pertama di Jawa. Tak hanya itu, banyak wisatawan dari berbagai negara rela datang jauh-jauh sekedar untuk melihat penampakan si Api Biru di kawah Ijen.

Cara Mencapai Api Biru
Nah, sekarang bagaimana jika Anda ingin menyaksikan fenomena ini? Hal pertama yang mesti Anda lakukan adalah pergi terlebih dahulu ke Banyuwangi dan semuanya melalui jalan darat menggunakan angkutan bus umum. Anda dapat mencapai Kawah Ijen atau Gunung dari dua arah yaitu, dari arah utara atau dari selatan. Dari arah utara, bisa di tempuh melalui Situbondo menuju Sempol (Bondowoso) lewat Wonosari dan dilajutkan ke Paltuding. Jarak Situbondo ke Paltuding sekitar 93 Km dan dapat ditempuh sekitar 2,5 jam.

Sedangkan dari arah selatan dapat dilalui dari Banyuwangi menuju Licin yang berjarak 15 Km. Dari Licin menuju Paltuding berjarak 18 Km dan diteruskan menggunakan Jeep atau mobil berat lainnya sekitar 6 Km sebelum ke Paltuding. Ini dikarenakan jalan yang berkelok dan menanjak.
Daerah ini bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan umum dari Banyuwangi menuju Jambu.Dari Jambu, anda bisa melanjutkan perjalanan menuju Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen yang terletak di Paltuding dengan menggunakan ojek dan kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki.


Ada baiknya Anda bermalam di sekitaran Kawah Ijen karena Anda bisa menikmati momen melihat api biru dengan bantuan dari pemandu wisata terlatih. Di pos akhir Paltuding ada penginapan sederhana yang dikelola Departemen dengan harga yang bervariasi mulai dari kamar seharga Rp 100.000 per malam sampai vila dengan tiga kamar seharga Rp 500.000 per malam. Dari sini Anda tinggal naik ke kawah Gunung Ijen menunggu waktu pagi hari.
Jika Anda ingin menginap di tempat lainnya, disana juga ada guest house milik PTP di Perkebunan Belawan dan Jampit dengan harga mulai Rp 135.000 per kamar per malam. Tapi dari dua perkebunan ini Anda harus menyewa kendaraan menuju ke pos Paltuding sejauh enam kilometer untuk keperluan mendaki gunung. Namun ada satu hal yang harus menjadi bahan pertimbangan Anda sebelum ke Kawah Ijen, yaitu jaga kondisi badan agar selalu fit.

Waktu Terbaik Melihat Api Biru
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September. Pada musim hujan sangat bahaya untuk mendaki karena jalanannya licin. Saat terbaik untuk mendaki gunung pukul 05.000 sampai 06.00 WIB karena di pagi hari matahari belum bersinar terik dan lama perjalanan untuk naik dan turun gunung sekitar empat jam. Pemandangan di pagi hari lebih indah karena banyak kabut yang menyelumuti gunung dan uap belerang belum berbau.


Api biru hanya dapat dilihat pada dini hari di Kawah Ijen, yaitu pada pukul 01.00-02.00, sebelum matahari terbit. Puncak momen keindahan Kawah Ijen terletak pada saat matahari sedang berada di belahan bumi lainnya. Warna terang ini berasal dari tingginya suhu yang ada di kawah tersebut.

Sekilas Mengenai Kawah Ijen
Gunung Ijen atau lebih di kenal dengan Kawah Ijen merupakan salah satu gunung yang masih aktif sampai sekarang. Ijen merupakan satu komplek gunung berapi yang terdiri dari kawah gunung Ijen dan dataran tingginya. Kawasan ini terletak di tiga kabupaten yaitu Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Memiliki ketinggian 2.443 m dari atas permukaan laut, berdinding kaldera setinggi 300-500 m dan gunung ini telah meletus sebanyak empat kali yaitu pada tahun tahun 1796, 1817, 1913 dan 1936.


Kawah Ijen merupakan pusat danau kawah terbesar di dunia, yang bisa memproduksi 36 juta meter kubik belerang dan hidrogen klorida dengan luas sekitar 5.466 hektar. Kawah yang berbahaya ini memiliki keindahan yang sangat luar biasa dengan danau belerang berwarna hijau toska dengan sentuhan dramatis dan elok. Danau Ijen memiliki derajat keasaman nol dan memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya yang sangat kuat dapat melarutkan pakaian dan jari manusia. 

Selengkapnya:

Menikmati Kelezatan Wisata Kuliner Khas Papua

1 komentar
Tidak diragukan lagi, keindahan wisata Papua memang eksotis. Wisata bawah lautnya yang mempesona tak bisa mengalahkan keelokan budaya lokalnya juga. Di samping menyajikan keindahan wisata alamnya, Papua juga menawarkan wisata kuliner khas Papua yang siap menggoyang lidah anda dengan kenikmatan makanan lokal. Papua menantang anda untuk mencoba kelezatan wisata kuliner khas Papua.
Seperti halnya daerah bagian timur Indonesia, di Papua, Sagu merupakan makanan utama pengganti nasi, karena memang di Papua sangat jarang ditemui nasi. Kebanyakan masyarakat makan sagu. Mereka membuatnya sendiri dan mengambilnya dari pohon sagu yang tumbuh di lingkungan tempat tinggal mereka. Bahkan ulat sagu yang tumbuh di pohon sagu pun mereka konsumsi dan menjadi kuliner unik di Papua. Berani mencoba kuliner Papua? Berikut adalah wisata kuliner khas Papua yang bisa anda coba sendiri kelezatannya.

1. Papeda Ikan Kuah Kuning
Kuliner Papua Papeda Ikan Kuah Kuning Kuliner khas Papua yang pertama adalah Papeda Ikan Kuah Kuning. Papeda adalah bubur dari sagu. Biasanya orang pedalaman Papua yang membuatnya. Sagu sesungguhnya lebih terkenal di Papua daripada di daerah lain. Walau di Maluku orang juga makan sagu, namun di Papua, sagu adalah makanan pokok.
Papeda yang kenyal dapat dipadukan dengan ikan kuah kuning yang rasanya asam. Pokoknya pasti membuat anda ketagihan. Tekstur Papeda yang kenyal ditambah dengan kuah kuning yang rasanya segar, benar benar perpaduan sempurna. Apalagi kuah kuning ini didominasi oleh rasa tomat, lemon cui, dan beberapa rempah dan kaldu ikan.
Ikan yang paling bagus untuk membuat ikan kuah kuning adalah ikan Gabus. Tetapi ada juga yang menggunakan Ikan Kue dan Kakap Merah. Biasanya Papeda Kuah Kuning akan dilengkapi dengan kehadiran sayur buah pepaya atau sering disebut sayur Ganemo. Sayur ini terbuat dari daun muda melinjo yang ditumis dengan bunga pepaya.

2. Sate Ulat Sagu
Kuliner Papua Sate Ulat Sagu Kuliner Papua berikutnya yang juga jadi kuliner unik Papua adalah Sate Ulat Sagu. Ulat Sagu hanya bisa ditemui di bagian timur Indonesia. Ulat sagu sendiri diambil dari batang pohon sagu yang tumbang secara alami dan membusuk. Batang membusuk inilah yang menjadi rumah ulat ulat gemuk sagu. Bentuknya putih seperti belatung namun jauh lebih besar dan terlihat berlemak.
Ulat sagu adalah makanan khas rakyat Papua dan sebagian Maluku. Jangan melihat dari asal atau jijiknya anda kepada ulat. Ulat Sagu adalah sumber protein yang tinggi. Dan bila anda merasakannya benar benar berbeda dari bentuknya. Rasanya kenyal seperti makan jeroan ayam.
Ulat sagu biasanya dimakan mentah atau bisa juga digoreng dengan cara biasa. Namun karena kreativitas, ulat sagu ini bisa dijadikan sate juga. Rasanya yang sedikit berlemak dengan balutan bumbu sate akan menambah nikmat ulat sagu ini.

3. Sagu Lempeng
Kuliner Papua Sagu Lempeng Sagu Lempeng adalah makanan cemilan khas Indonesia bagian Timur, karena Sagu Lempeng ini bukan hanya ada di Papua saja, Maluku juga ada Sagu Lempeng. Cara membuatnya cukup mudah. Sagu dimasukkan ke dalam cetakan yang disebut forma lalu dibakar di atas api atau batu panas. Sagu lempeng siap dihidangkan.
Biasanya sagu lempeng disantap sebagai cemilan saat minum kopi atau teh. Saat ini sagu lempeng yang kebanyakan berwarna coklat sudah dimodifikasi dengan penggunaan waran warna alami lainnya. Karenanya makanan yang satu ini jauh lebih menarik lagi.

4. Udang Selingkuh
Kuliner Papua Udang Selingkuh Kuliner khas Papua yang terakhir yang bisa saya sajikan adalah Udang Selingkuh. Udang Selingkuh hanya hidup di sungai sungai di Lembah Baliem, Wamena. Konon di sungai sungai Lembah Baliem Papua hidup berbagai jenis udang. Tetapi yang terkenal memang Udang Selingkuh ini. Keistimewaan udang ini ada pada capitnya. Bentuk tubuh Udang Selingkuh sama dengan bentuk udang yang lain. Yang membedakan adalah capitnya yang lebih mirip capit kepiting. Karenanya udang yang satu ini disebut Udang Selingkuh.
Udang Selingkuh biasanya dihidangkan dengan saus tiram, saus asam manis, saus padang atau saus mentega. Untuk harga, kuliner yang satu ini harganya cukup mahal, per porsinya bisa mencapai 100.000 rupiah.

Selengkapnya:
http://www.tempatwisataid.com/2537/menikmati-kelezatan-wisata-kuliner-khas-papua.html

Pendidikan Pedalaman Papua yang Tak “Seindah” Alamnya

0 komentar

Pendidikan Pedalaman Papua yang Tak “Seindah” Alamnya Pada tulisan yang kedua ini, saya mencoba mengangkat kondisi pendidikan daerah pedalaman mutiara hitam. tulisan ini saya kutip berdasarkan data yang di upload oleh CHELLUZ PAHUN, salah satu d’Traveler www.detik.com pada Sabtu, 05 Oktober 2013. Tetapi sebelumnya kita simak pengertian pendidikan berikut. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa aliran pendidikan, secara umum pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16) . Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakanmanusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263) . Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1). Dari pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa pendidikan merupakan usaha sadar individu atau kelompok dalam memperoleh ilmu untuk mengembangkan potensi diri yang memiliki pengetahuan, hubungan social dan keterampilan dalam diri, bangsa dan Negara. Dan inilah article yang ditulis oleh Chelluz Pahun. Hijaunya alam dan kepulauan di Papua Barat pasti membuat para wisatawan terkagum-kagum. Tapi lebih dari itu, rupanya pendidikan di sana masih berbanding 180 derajat dengan pendidikan di kota-kota lainnya, sedih, miris dan prihatin. Pendidikan bermutu semakin jauh dari kelompok miskin, situasi inilah sedang dialami oleh warga pedalaman Papua Barat. Mereka masih sulit mengakses pendidikan. Sejak pendidikan menjadi komoditi yang diperdagangkan dan lembaga pendidikan beralih fungsi dari lembaga social menjadi lembaga komersial, pendidikan yang bermutu semakin jauh dari jangkauankelompok miskin. Kian mahalnya pendidikan membuat keluarga miskin seringkali harus menyerah meski anak-anak mereka berprestasi. Bahkan sekedar bermimpi dapat menyekolahkan anak setingkat SMA saja mereka tak berani lagi. Ketika saya mengunjungi kampung-kampung di kabupaten Maybrat, Papua Barat, menyaksikan sendiri bagaimana kondisi sekolah dasar diasan. Tampak, pemandangan dari kondisi sekolah SD di sana adalah fenomena bahwa sekolah mereka ditelantarkan.

 Memang di negeri tengah berlangsunf proses kemiskinan yang jauh lebih buruk dari yang kita bayangkan. Dulu meskipun miskin, orang tua dan anak dari keluarga miskin masih berani bermimpi. Sebab dulu masih terbuka peluang bagi anak-anak miskin untuk mewujudkan mimpi mereka. Tidak heran kalau dulu banyak anak dari keluarga miskin berhasil meraih pendidikan tinggi. Tapi, sekarang sekedar bermimpi bias` menyekolahkan anak sampai SMA mereka sudah tidak berani. Realitas di sekeliling mereka mengajarkan anak-anak miskin yang nekat menerobos masuk ke jenjang SMA berakhir dengan putus sekolah. Kabupaten Maybrat terletak di bagian selatan Kota Sorong, butuh 5-10 jam perjalanan ke wilayah tersebut. Kabupaten ini merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong-Selatan. Fasilitas public sangat terbatas seperti transportasi, listrik, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Bahkan di beberapa tempat tidak tersedia signal handphone. Ironisnya Kabupaten Maybrat memiliki kekayaan alam yang luar biasa namun semuanya dikuasai oleh korporasi. Terbukti ketika Chelluz Pahun mengunjungi beberapa sekolah di beberapa kampung, dia melihat kondisi sekolah di daerah tersebut sangat memewprihatinkan. Berikut adalah gambaran kondisi sekolah dasar di kabupaten Maybrat. SD di Kampung Seiya Sekolah dasar di kampung ini sudah berjalan sejak 1995, bersamaan dengan berdirinya kampung Seiya. SD yang dibangun oleh Belanda ini biaya operasionalnya dulu juga disubsidi oleh Belanda. Sekolah ini menjadi satu-satunya SD bagi lebih dari 134 KK dan 459 warga kampung Seiya. Warga kampung ini mengaku , SD kampung mereka sudah mencetak banyak lulusan yang menjadi sarjana. Sayangnya kualitas pendidikan SD ini semakin lama semakin merosot, justru setelah dalam pengelolaan pemerintah RI. Sejak tahun 2001 proses belajar mengajar di sekolah ini tersendat. Bahkan dari 2005 sampai 2010 proses belajar mengajar praktis terhenti karena tidak ada guru. Hanya ada kepala sekolah yang merangkap sebagai guru. Guru yang hanya satu ini pun sudah lama tidak hadir. Proses KBM terhenti dan siswanya terlantar. Setiap 30 anak yang tengah menempuh pendidikan di SD akhirnya putus sekolah. Hanya 3 anak di kelas 6 yang terus bersekolah karena orang tua memindahkan mereka ke SD kampung lain. Kondisi ini membuat kepala kampung mendatangi bupati, dinas pendidikan dan uskup ( kepala gereja setempat ). Pada tahun 2010, proses KBM di SD ini mulai berjalan kembali setelah seorang pastur sukarela menjadi kepala sekolah. 


Kemudian mengajar di sekolah bersama seorang guru honorer. Namun gaji honorer ini pun tersendat. 6 bulan berturut-turut guru honorer ini megajar tanpa di gaji. Daan demi menjaga kelancaran proses KBM, masyarakat sekitar akhirnya bergotong royong mengumpulkan uang untuk membayar gaji guru honorer tersebut. Selain itu, masalah lain yang dihadapi sekolah ini adalah ruang kelas dan buku. Rombongan belajarnya ada 6 ruang. Tetapi ruang kelasnya hanya ada 3. Jadi satu kelas dipakai untuk 2 rombongan belajar. Kantor guru pun tidak ada bahkan buku paket siswa dan pegangan guru pun tidak ada. Ini menandakan bahwa, pemerintah setempat tidak begitu perduli pada pendidikan di kampung ini. SD di Kampung Sun Tahun 1999-2000, Kampung Sun mulai ada dan sejak saat itu pula berdiri sekolah dasar darurat yang dibuat warga dari bilik bamboo. Meskipun sudah di bangun sejak tahun 2000, namun proses belajar mengajar baru berjalan tahun 2001. Pada saat itu, hanya ada satu guru yang mengabdikan dirinya untuk mengajar, tetapi guru ini dipindahkan. Kemudian di tahun 2002-2008 pendidikan tersendat dan akhirnya berhenti karena tidak ada guru. Masyarakat kemudian melaporkan keadaan sekolah ke dinas pendidikan Sorong-Selatan. Pada tahun 2007 masyarakat berswadaya untuk membangun ruang kelas, mengganti bilik bambu menjadi bangunan permanen. Kemudian pada tahun selanjutnya bangunan sekolah ini dapat diselesaikan. Setelah bangunan sekolah ini permanen dan ada ruang kelasnya, masyarakat setempat kembali menghadap ke dinas pendidikan agar sekolah ini diberi tenaga guru. Permohonan ini dikabulkan oleh dinas pendidikan. Sebelum ada pengajar tetap, para siswa di SD ini diajar oleh seorang warga kampung yang secara sukarela mengajar anak-anak. Tenaga sukarela ini mengajar dari tahun 2007 – 2009. tetapi pengajar sukarela ini di tempatkan ke kecamatan lain setelah diangkat menjadi PNS.SD di kampung ini sebelumnya hanya menyelenggarakan pendidikan sampai kelas 3. Untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi mereka harus pergi ke SD induk yang ada di ibu kota distrik. Namun sejak 2008-2009 SD ini mulai menyelenggarakan pendidikan untuk siswa kelas 4 dan 5. Kelas 6 baru dibuka pada tahun 2010 dan ada 2 guru yang bertugas pada SD disini. Satu guru merangkap sebagai kepala sekolah dan satunya lagi mengajar. Meski sudah ada 2 guru tetap, tetapi proses belajar mengajar belum juga berjalan lancar. kehadiran guru masih menjadi masalah. Warga mengaku dalam satu tahun hanya 3-4 bulan saja guru hadir mengajar. Selebihnya, guru pergi ke kota dan meninggalkan sekolah, entah untuk dinas atau urusan keluarga. Selain kehadiran guru, buku juga jadi masalah. Buku paket untuk murid dan buku pegangan guru sangat tidak memadai. Baik dari segi kurikulum, keutuhan kondisi buku maupun jumlahnya. Meski guru sering tidak hadir dan buku tidak cukup tersedia .Anehnya saat ujian nasional siswa di SD ini lulus 100 %. Padahal anak-anak menghadapi ujian nasional tanpa ada persiapan belajar karena guru tidak ada dan buku juga tidak ada. Guru baru datang beberapa hari menjelang pelaksanaan ujian. Masyarakat dibuat tidak mengerti dengan kelulusan yang 100 % ini. Rendahnya kualitas pendidikan dasar di sini membuat anak-anak dari Kampung Sun yang melanjutkan SMP di Kota Sorong, seringkali merasa minder karena pelajaran mereka tertinggal jauh dari anak-anak kota. Rasa minder ini seringkali juga membuat anak-anak dari kampung ini memutuskan untuk meninggalkan sekolah dan memilih membantu orang tua mereka menggarap lahan atau pergi ke laut. Meski hanya sedikit yang penulis paparkan, namun yang sedikit ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi sekolah di pedalaman Papua. Miskinnya perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan daerah-daerah pedalaman, rmemadai untuk bersaing dengan bangsa lain. Semangat anak-anak untuk belajar dan animo masyarakat terhadap pendidikan seperti bertepuk sebelah tangan dan tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh si mutiara hitam ini. Kekayaan alam yang melimpah harusnya dapat menghasilkan fasilitas pendidikan yang layak baik dari tenaga pendidik maupun sarana dan prasarana. Kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi pendidikan dasar bagi anak-anak di daerah pedalaman. Ini adalah tugas bersama. Anak-anak di pedalaman butuh dukungan dan solidaritas kita. Kita bisa berbuat sesuatu bagi mereka. Berbagai kendala dan kekurangan pada daerah pedalaman Papua berbanding 180 derajat pada Kota Sorong. Kenapa dikatakan demikian? Putra daerah pada perkotaan malah sangat kurang meskipun tidak semuanya seperti itu. Semangat akan meraih cita-cita sangat rendah. Buktinya mereka kebanyakan hanya datang ke sekolah mengikuti satu sampai 2 jam mata pelajaran kemudian membolos, atau tidak pernah masuk sekolah alias alpa dalam waktu yang cukup lama. Padahal dari segi tenaga pendidik dan kependidikan sangat memadai dan professional di bidangnya masing-masing, sarana dan prasarana penunjang proses KBM juga sangat lengkap dan menunjang. Keadaan ini sudah di tangani oleh setiap sekolah mulai dari surat panggilan orang tua, guru datang ke rumah, sampai-sampai pihak sekolah dengan berat hati mendaftarkan siswa bersangkutan untuk mengikuti ujian nasional “ hanya untuk siswa tersebut memperoleh ijazah SD untuk bekal masa depan mereka”. Ini merupakan tugas bagi pihak sekolah dan generasi sekarang baik perkotaan maupun daerah pedalaman untuk membangun semangat dalam mencerdaskan putra-putri MUTIARA HITAM. 13863436491892219773 Siti Arfa Pelu, Ambon, 25 September 1986, yang sedang menuntut ilmu pada Universitas Muhammadiyah Sorong, Provinsi Papua Barat. Arfa Siti /peluarfa Pelajar yang menjadikan pengalaman sebagai guru sejati dan terus memperbaiki diri lebih baik

Selengkapnya:
http://www.kompasiana.com/peluarfa/pendidikan-pedalaman-papua-yang-tak-seindah-alamnya_552c232d6ea834b2648b45a9
 
Copyright © Little Finger