Statistik Pengunjung

Selasa, 05 Januari 2016

Sunyi

1 komentar

Dalam gelap, ku tuntun rasa ini
Menuntun dengan sejenak rasa khawatir
Sejenak dengan batasan yang Kupungkir
Batasan dengan lindungan jiwa tak terlihat
Jiwa yang tak henti mengucap doa
Doa dengan merendah kutundukan kepala
Kepala yang kubiasakan untuk memandang dengan tegap

Bolehku, rasaku terasa mati dalam hening
Hening tanpa jejak, tanpa rindu, tanpa bayangan
Jejak dengan tapak diatas ranah
Ranah yang memungkinkan terjadinya sebuah cakap

Berat meninggalkanmu
Meninggalkan jejak, rindu, dan bayangan
Padahal
Ku yakin itu tak ada~

Senin, 04 Januari 2016

Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta

1 komentar
Berkenalan dengan Rumah adat, pakaian adat, tari-tarian, senjata tradisional, suku, bahasa dan lagu tradisionalnya.

1. Rumah Adat

Rumah adat Daerah Istimewa Yogyakarta dinamakan Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta merupakan sebuah bangunan Pendopo. Halamannya sangat luas, ditumbuhi tanaman dan dilengkapi beberapa sangkar burung. Di depan Bangsal Kencono terdapat dua patung dari Gupolo, sang raksasa yang memegang gada (sejenis alat pemukul).
Bangsal Kencono
2. Pakaian Adat

Pria Yogyakarta memakai pakaian adat berupa tutup kepala (destar), baju jas dengan leher tertutup (jas tutup) dan keris yang terselip di pinggang bagian belakang. Ia juga mengenakan kain batik yang bercorak sama dengan sang wanita.
Sedangkan wanitanya memakai kebaya dan kain batik. Perhiasannya berupa anting-anting, kalung, dan cincin.

3. Tari-tarian Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Tari Serimpi Sangupati, sebuah tarian keraton pada masa lalu disertai suara gamelan dengan gerak tari yang lembut dan menawan hati.
b. Tari Bedaya, merupakan tarian keraton yang ditarikan oleh 9 putri dengan irama yang lemah gemulai dan lembut.
c. Tari Beksan Nirbaya, diilhami bentuk kesenian "Edan-edanan" salah satu bagian dari upacara keraton Yogya yang berfungsi sebagai "penolak bala". Bentuk ini diangkat menjadi seni pertunjukan, yang mendapat stilirasi , tanpa meninggalkan esensi dan karakter geraknya yang unik.
d. Tari Merak, suatu tari yang mengisahkan keindahan dan kebebasan alam bebas yang dialami burung merak.
e. Tari Beksan Lawung Ageng, suatu tari yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, sebagai sarana untuk memupuk semangat para jiwa prajurit.
Tari Serimpi Sangupati
4. Senjata Tradisional

Di Yogyakarta pun kerus merupakan senjata tradisional yang paling terkenal. Keris-keris itu diberi pula gelar-gelar kehormatan seperti "Kanjeng Kyai Kpek" dan sebagainya.
Selain keris terdapat pula tombak sebagai benda pusaka. Benda-benda itu sangat dihormati dan diberi gelar kehormatan. Antara lain "Kajeng Kyai Ageng Plered", Kanjeng Kyai Ageng Baru", "Kanjeng Kyai Gadapan" dan "Kanjeng Ageng Megatruh".
"Kyai Plered" mempunyai sejarah tersendiri, karena Untung Suropati berhasil menewaskan opsir Belanda Kapten Tack dengan menggunakan "Kyai Plered" Oleh karena itu, tombak ini dianggap keramat.
Ada pula tombak dan keris yang disebut Tosan Aji. Tosan artinya besi dan Aji artinya dihormati karena bertuah. Benda-benda ini biasanya dirawat baik-baik dan disimpan pada tempat-tempat khusus. Pada saat-saat tertentu benda-benda itu dibersihkan dan dimandikan.
Keris Yogyakarta
5. Suku: Jawa

6. Bahasa Daerah: Jawa

7. Lagu Daerah: Pitik Tukung



Selengkapnya:
http://www.kebudayaanindonesia.com/2013/06/daerah-istimewa-yogyakarta.html

Fenomena Alam Api Biru "Blue Fire" Kawah Ijen

1 komentar
Api seperti yang diketahui warnanya pasti merah, lantas bagaimana jika Anda ingin melihat sebuah api yang warnanya berbeda, tidak merah melainkan berwarna biru dan keluar dari sebuah kawah gunung. Dapatkah dibayangkan Anda berdiri dan menyaksikan fenomena itu dengan kepala Anda sendiri, momen keajaiban alam yang tiada taranya. Teramat spesial untuk dilewatkan karena di dunia hanya ada dua fenomena yang terjadi seperti ini dan salah satunya ada di Indonesia.

Adalah kawah biru atau blue fire, fenomena alam yang unik dan hanya dapat dilihat di Kawah Ijen - Banyuwangi saja. Saking indahnya fenomena ini bahkan mengalahkan popularitas matahari terbit di Banyuwangi yang disebut sebagai matahari pertama di Jawa. Tak hanya itu, banyak wisatawan dari berbagai negara rela datang jauh-jauh sekedar untuk melihat penampakan si Api Biru di kawah Ijen.

Cara Mencapai Api Biru
Nah, sekarang bagaimana jika Anda ingin menyaksikan fenomena ini? Hal pertama yang mesti Anda lakukan adalah pergi terlebih dahulu ke Banyuwangi dan semuanya melalui jalan darat menggunakan angkutan bus umum. Anda dapat mencapai Kawah Ijen atau Gunung dari dua arah yaitu, dari arah utara atau dari selatan. Dari arah utara, bisa di tempuh melalui Situbondo menuju Sempol (Bondowoso) lewat Wonosari dan dilajutkan ke Paltuding. Jarak Situbondo ke Paltuding sekitar 93 Km dan dapat ditempuh sekitar 2,5 jam.

Sedangkan dari arah selatan dapat dilalui dari Banyuwangi menuju Licin yang berjarak 15 Km. Dari Licin menuju Paltuding berjarak 18 Km dan diteruskan menggunakan Jeep atau mobil berat lainnya sekitar 6 Km sebelum ke Paltuding. Ini dikarenakan jalan yang berkelok dan menanjak.
Daerah ini bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan umum dari Banyuwangi menuju Jambu.Dari Jambu, anda bisa melanjutkan perjalanan menuju Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen yang terletak di Paltuding dengan menggunakan ojek dan kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki.


Ada baiknya Anda bermalam di sekitaran Kawah Ijen karena Anda bisa menikmati momen melihat api biru dengan bantuan dari pemandu wisata terlatih. Di pos akhir Paltuding ada penginapan sederhana yang dikelola Departemen dengan harga yang bervariasi mulai dari kamar seharga Rp 100.000 per malam sampai vila dengan tiga kamar seharga Rp 500.000 per malam. Dari sini Anda tinggal naik ke kawah Gunung Ijen menunggu waktu pagi hari.
Jika Anda ingin menginap di tempat lainnya, disana juga ada guest house milik PTP di Perkebunan Belawan dan Jampit dengan harga mulai Rp 135.000 per kamar per malam. Tapi dari dua perkebunan ini Anda harus menyewa kendaraan menuju ke pos Paltuding sejauh enam kilometer untuk keperluan mendaki gunung. Namun ada satu hal yang harus menjadi bahan pertimbangan Anda sebelum ke Kawah Ijen, yaitu jaga kondisi badan agar selalu fit.

Waktu Terbaik Melihat Api Biru
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September. Pada musim hujan sangat bahaya untuk mendaki karena jalanannya licin. Saat terbaik untuk mendaki gunung pukul 05.000 sampai 06.00 WIB karena di pagi hari matahari belum bersinar terik dan lama perjalanan untuk naik dan turun gunung sekitar empat jam. Pemandangan di pagi hari lebih indah karena banyak kabut yang menyelumuti gunung dan uap belerang belum berbau.


Api biru hanya dapat dilihat pada dini hari di Kawah Ijen, yaitu pada pukul 01.00-02.00, sebelum matahari terbit. Puncak momen keindahan Kawah Ijen terletak pada saat matahari sedang berada di belahan bumi lainnya. Warna terang ini berasal dari tingginya suhu yang ada di kawah tersebut.

Sekilas Mengenai Kawah Ijen
Gunung Ijen atau lebih di kenal dengan Kawah Ijen merupakan salah satu gunung yang masih aktif sampai sekarang. Ijen merupakan satu komplek gunung berapi yang terdiri dari kawah gunung Ijen dan dataran tingginya. Kawasan ini terletak di tiga kabupaten yaitu Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Memiliki ketinggian 2.443 m dari atas permukaan laut, berdinding kaldera setinggi 300-500 m dan gunung ini telah meletus sebanyak empat kali yaitu pada tahun tahun 1796, 1817, 1913 dan 1936.


Kawah Ijen merupakan pusat danau kawah terbesar di dunia, yang bisa memproduksi 36 juta meter kubik belerang dan hidrogen klorida dengan luas sekitar 5.466 hektar. Kawah yang berbahaya ini memiliki keindahan yang sangat luar biasa dengan danau belerang berwarna hijau toska dengan sentuhan dramatis dan elok. Danau Ijen memiliki derajat keasaman nol dan memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya yang sangat kuat dapat melarutkan pakaian dan jari manusia. 

Selengkapnya:
 
Copyright © Little Finger